Selasa, 17 Maret 2009

CERDAS

Kecerdasan merupakan salah satu faktor utama yang menentukan sukses gagalnya peserta didik belajar di sekolah. Peserta didik yang mempunyai taraf kecerdasan rendah atau di bawah normal sukar diharapkan berprestasi tinggi. Tetapi tidak ada jaminan bahwa dengan taraf kecerdasan tinggi seseorang secara otomatis akan sukses belajar di sekolah.

Berbagi ilmu dari Profesor Gardner yang telah menemukan teori kecerdasan majemuk atau Multiple Intelligences, bahwa ada banyak kecerdasan yang dimiliki setiap orang. Teori ini juga menekankan pentingnya “model” atau teladan yang sudah berhasil mengembangkan salah satu kecerdasan hingga puncak.

Dalam buku konsep dan makna pembelajaran (Sagala, 2005 : 84) memaparkan 8 kecerdasan yaitu kecerdasan verbal/bahasa, kecerdasan logika/matematika, kecerdasan spasial/visual, kecerdasan tubuh/kinestetik, kecerdasan musical/ritmik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan spiritual.

Mari kita bahas satu per satu kecerdasan di atas. Selain penjelasan bentuk kecerdasan, juga dikaitkan dengan pelajaran yang diajarkan di sekolah serta tokoh atau profesi yang memiliki kecerdasan tersebut.

  1. Kecerdasan Verbal (Bahasa)

Bentuk kecerdasan ini dinampakkan oleh kepekaan akan makna dan urutan kata serta kemampuan membuat beragam penggunaan bahasa untuk menyatakan dan memaknai arti yang kompleks.

Berkaitan dengan pelajaran bahasa. William Shakespeare, Martin Luther King Jr, Soekarno, Putu Wijaya, Taufiq Ismail, Hilman “Lupus” Hariwijaya merupakan tokoh yang berhasil menunjukkan kecerdasan ini hingga puncak, demikian pula para jurnalis hebat, ahli bahasa, sastrawan, orator pasti memiliki kecerdasan ini.

  1. Kecerdasan Logika/Matematika

Bentuk kecerdasan ini termasuk yang paling mudah distandarisasikan dan diukur. Kecerdasan ini sebagai pikiran analitik dan sainstifik, dan bisa melihatnya dalam diri ahli sains, programmer komputer, akuntan, banker dan tentu saja ahli matematika.

Berkaitan dengan pelajaran matematika. Tokoh2 yang terkenal antara lain Madame Currie, Blaise Pascal, B.J. Habibie.

  1. Kecerdasan Spasial/Visual

Bentuk kecerdasan ini umumnya terampil menghasilkan imaji mental dan menciptakan representasi grafis, mereka sanggup berpikir tiga dimensi, mampu mencipta ulang dunia visual.

Kecerdasan ini dapat ditemukan pada pelukis, pematung, programmer komputer, desainer, arsitek.

Berhubungan dengan pelajaran menggambar. Tokoh yang dapat diceritakan berkaitan dengan kecerdasan ini, misalnya Picasso, Walt Disney, Garin Nugroho.

  1. Kecerdasan Tubuh/Kinestetik

Bentuk kecerdasan ini memungkinkan terjadinya hubungan antara pikiran dan tubuh yang diperlukan untuk berhasil dalam aktivitas2 seperti menari, melakukan pantomim, berolahraga, seni bela diri dan memainkan drama.

Sebut saja Michael Jordan, Martha Graham (penari balet), Susi Susanti. Kecerdasan ini berkaitan dengan pejaran olahraga atau kegiatan ekstrakurikuler seperti menari, bermain teater, pantomim.

  1. Kecerdasan Musical/Ritmik

Bentuk kecerdasan ini mendengarkan pola musik dan ritmik secara natural dan kemudian dapat memproduksinya. Bentuk kecerdasan ini sangat menyenangkan, karena musik memiliki kapasitas unutk mengubah kesadaran kita, menghilangkan stress dan meningkatkan fungsi otak.

Berkaitan dengan kegiatan ekstrakurikuler. Tokoh2 yang sudah mengembangkan kecerdasan ini misalnya Stevie Wonder, Melly Goeslow, Titik Puspa.

  1. Kecerdasan Interpersonal

Bentuk kecerdasan ini wajib bagi tugas2 ditempat kerja seperti negosiasi dan menyediakan umpan balik atau evaluasi. Berkaitan dengan pelajaran PPKn, sosiologi.

Manajer, konselor, terapis, politikus, mediator menunjukkan bentuk kecerdasan ini. Mereka biasanya pintar membaca suasana hati, temperamen, motivasi dan maksud orang lain. Abraham Lincoln dan Mahatma Gadhi memanfaatkan kecerdasan ini untuk mengubah dunia.

  1. Kecerdasan Intrapersonal

Bentuk kecerdasan ini merupakan kemampuan untuk memahami dan mengartikulasikan cara kerja terdalam dari karakter dan kepribadian. Kita sering menamai kecerdasan ini dengan kebijaksanaan.

Berkaitan dengan jurusan psikologi atau filsafat. Tokoh2 sukses yang dapat dikenalkan untuk memperkaya kecerdasan ini adalah para pemimpin keagamaan dan para psikolog.

  1. Kecerdasan Spiritual

Bentuk kecerdasan ini dapat dipandang sebagai sebuah kombinasi dan kesadaran interpersonal dan kecerdasan intrapersonal dengan sebuah komponen “nilai” yang ditambahkan padanya.

Kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan rohaniah, yang menuntun diri kita menjadi manusia yang utuh, berada pada bagian yang paling dalam diri kita.

Dengan beragamnya kecerdasan manusia, menjadikan peran guru amat penting untuk memberikan arahan pada apa yang cocok dan sesuai bagi para siswanya.

Kecerdasan Majemuk, Kecerdasan Seutuhnya : Mendidik Anak Cerdas dan BerbakatOleh i




Printable Version

Mengembangkan kecerdasan majemuk anak merupakan kunci utama untuk kesuksesan masa depan depan anak. Apa itu kecerdasan majemuk ?...

Oleh: Dr. Andyda Meliala

Sebagai orang tua masa kini, kita seringkali menekankan agar anak berprestasi secara akademik di sekolah. Kita ingin mereka menjadi juara dengan harapan ketika dewasa mereka bisa memasuki perguruan tinggi yang bergengsi. Kita sebagai masyarakat mempunyai kepercayaan bahwa sukses di sekolah adalah kunci untuk kesuksesan hidup di masa depan.

Pada kenyataannya, kita tidak bisa mengingkari bahwa sangat sedikit orang-orang yang sukses di dunia ini yang menjadi juara di masa sekolah. Bill Gates (pemilik Microsoft), Tiger Wood (pemain golf) adalah beberapa dari ribuan orang yang dianggap tidak berhasil di sekolah tetapi menjadi orang yang sangat berhasil di bidangnya.

Kalau IQ ataupun prestasi akademik tidak bisa dipakai untuk meramalkan sukses seorang anak di masa depan, lalu apa?

Kemudian, apa yang harus dilakukan orang tua supaya anak-anak mempunyai persiapan cukup untuk masa depannya?

Jawabannya adalah: Prestasi dalam Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligence), dan BUKAN HANYA prestasi akademik.

Kemungkinan anak untuk meraih sukses menjadi sangat besar jika anak dilatih untuk meningkatkan kecerdasannya yang majemuk itu.

9 Jenis Kecerdasan
Dr. Howard Gardner, peneliti dari Harvard, pencetus teori Multiple Intelligence mengajukan 8 jenis kecerdasan yang meliputi (saya memasukkan kecerdasan Spiritual walaupun masih diperdebatkan kriterianya):

Cerdas Bahasa – cerdas dalam mengolah kata
Cerdas Gambar – memiliki imajinasi tinggi
Cerdas Musik – cerdas musik, peka terhadap suara dan irama
Cerdas Tubuh – trampil dalam mengolah tubuh dan gerak
Cerdas Matematika dan Logika – cerdas dalam sains dan berhitung
Cerdas Sosial – kemampuan tinggi dalam membaca pikiran dan perasaan orang lain
Cerdas Diri – menyadari kekuatan dan kelemahan diri
Cerdas Alam – peka terhadap alam sekitar
Cerdas Spiritual – menyadari makna eksistensi diri dalam hubungannya dengan pencipta alam semesta

Membangun seluruh kecerdasan anak adalah ibarat membangun sebuah tenda yang mempunyai beberapa tongkat sebagai penyangganya. Semakin sama tinggi tongkat-tongkat penyangganya, semakin kokoh pulalah tenda itu berdiri.

Untuk menjadi sungguh-sungguh cerdas berarti memiliki skor yang tinggi pada seluruh kecerdasan majemuk tersebut. Walaupun sangat jarang seseorang memiliki kecerdasan yang tinggi di semua bidang, biasanya orang yang benar-benar sukses memiliki kombinasi 4 atau 5 kecerdasan yang menonjol.

Albert Einstein, terkenal jenius di bidang sains, ternyata juga sangat cerdas dalam bermain biola dan matematika. Demikian pula Leonardo Da Vinci yang memiliki kecerdasan yang luar biasa dalam bidang olah tubuh, seni, arsitektur, matematika dan fisika.

Penelitian menunjukkan bahwa faktor genetik saja tidak cukup bagi seseorang untuk mengembangkan kecerdasannya secara maksimal. Justru PERAN ORANG TUA dalam memberikan latihan-latihan dan lingkungan yang mendukung JAUH LEBIH PENTING dalam menentukan perkembangan kecerdasan seorang anak.

Jadi, untuk menjamin masa depan anak yang berhasil, kita tidak bisa menggantungkan pada sukses sekolah semata. Ayah-Ibu HARUS berusaha sebaik mungkin untuk menemukan dan mengembangkan sebanyak mungkin kecerdasan yang dimiliki oleh masing-masing anak.

Kecerdasan merupakan salah satu anugerah besar dari Allah SWT kepada manusia dan menjadikannya sebagai salah satu kelebihan manusia dibandingkan dengan makhluk lainnya. Dengan kecerdasannya, manusia dapat terus menerus mempertahankan dan meningkatkan kualitas hidupnya yang semakin kompleks, melalui proses berfikir dan belajar secara terus menerus.

Dalam pandangan psikologi, sesungguhnya hewan pun diberikan kecerdasan namun dalam kapasitas yang sangat terbatas. Oleh karena itu untuk mempertahankan keberlangsungan hidupnya lebih banyak dilakukan secara instingtif (naluriah). Berdasarkan temuan dalam bidang antropologi, kita mengetahui bahwa jutaan tahun yang lalu di muka bumi ini pernah hidup makhluk yang dinamakan Dinosaurus yaitu sejenis hewan yang secara fisik jauh lebih besar dan kuat dibandingkan dengan manusia. Namun saat ini mereka telah punah dan kita hanya dapat mengenali mereka dari fosil-fosilnya yang disimpan di musium-musium tertentu. Boleh jadi, secara langsung maupun tidak langsung, kepunahan mereka salah satunya disebabkan oleh faktor keterbatasan kecerdasan yang dimilikinya. Dalam hal ini, sudah sepantasnya manusia bersyukur, meski secara fisik tidak begitu besar dan kuat, namun berkat kecerdasan yang dimilikinya hingga saat ini manusia ternyata masih dapat mempertahankan kelangsungan dan peradaban hidupnya.

Lantas, apa sesungguhnya kecerdasan itu ? Sebenarnya hingga saat ini para ahli pun tampaknya masih mengalami kesulitan untuk mencari rumusan yang komprehensif tentang kecerdasan. Dalam hal ini, C.P. Chaplin (1975) memberikan pengertian kecerdasan sebagai kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif. Sementara itu, Anita E. Woolfolk (1975) mengemukan bahwa menurut teori lama, kecerdasan meliputi tiga pengertian, yaitu : (1) kemampuan untuk belajar; (2) keseluruhan pengetahuan yang diperoleh; dan (3) kemampuan untuk beradaptasi dengan dengan situasi baru atau lingkungan pada umumnya.

Memang, semula kajian tentang kecerdasan hanya sebatas kemampuan individu yang bertautan dengan aspek kognitif atau biasa disebut Kecerdasan Intelektual yang bersifat tunggal, sebagaimana yang dikembangkan oleh Charles Spearman (1904) dengan teori “Two Factor”-nya, atau Thurstone (1938) dengan teori “Primary Mental Abilities”-nya. Dari kajian ini, menghasilkan pengelompokkan kecerdasan manusia yang dinyatakan dalam bentuk Inteligent Quotient (IQ), yang dihitung berdasarkan perbandingan antara tingkat kemampuan mental (mental age) dengan tingkat usia (chronological age), merentang mulai dari kemampuan dengan kategori Ideot sampai dengan Genius (Weschler dalam Nana Syaodih, 2005). Istilah IQ mula-mula diperkenalkan oleh Alfred Binet, ahli psikologi dari Perancis pada awal abad ke-20. Kemudian, Lewis Terman dari Universitas Stanford berusaha membakukan tes IQ yang dikembangkan oleh Binet dengan mempertimbangkan norma-norma populasi sehingga selanjutnya dikenal sebagai tes Stanford-Binet.

Selama bertahun-tahun IQ telah diyakini menjadi ukuran standar kecerdasan, namun sejalan dengan tantangan dan suasana kehidupan modern yang serba kompleks, ukuran standar IQ ini memicu perdebatan sengit dan sekaligus menggairahkan di kalangan akademisi, pendidik, praktisi bisnis dan bahkan publik awam, terutama apabila dihubungkan dengan tingkat kesuksesan atau prestasi hidup seseorang.

Adalah Daniel Goleman (1999), salah seorang yang mempopulerkan jenis kecerdasan manusia lainnya yang dianggap sebagai faktor penting yang dapat mempengaruhi terhadap prestasi seseorang, yakni Kecerdasan Emosional, yang kemudian kita mengenalnya dengan sebutan Emotional Quotient (EQ). Goleman mengemukakan bahwa kecerdasan emosi merujuk pada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.

Menurut hemat penulis sesungguhnya penggunaan istilah EQ ini tidaklah sepenuhnya tepat dan terkesan sterotype (latah) mengikuti popularitas IQ yang lebih dulu dikenal orang. Penggunaan konsep Quotient dalam EQ belum begitu jelas perumusannya. Berbeda dengan IQ, pengertian Quotient disana sangat jelas menunjuk kepada hasil bagi antara usia mental (mental age) yang dihasilkan melalui pengukuran psikologis yang ketat dengan usia kalender (chronological age).

Terlepas dari “kesalahkaprahan” penggunaan istilah tersebut, ada satu hal yang perlu digarisbawahi dari para “penggagas beserta pengikut kelompok kecerdasan emosional”, bahwasanya potensi individu dalam aspek-aspek “non-intelektual” yang berkaitan dengan sikap, motivasi, sosiabilitas, serta aspek – aspek emosional lainnya, merupakan faktor-faktor yang amat penting bagi pencapaian kesuksesan seseorang.

Berbeda dengan kecerdasan intelektual (IQ) yang cenderung bersifat permanen, kecakapan emosional (EQ) justru lebih mungkin untuk dipelajari dan dimodifikasi kapan saja dan oleh siapa saja yang berkeinginan untuk meraih sukses atau prestasi hidup.

Pekembangan berikutnya dalam usaha untuk menguak rahasia kecerdasan manusia adalah berkaitan dengan fitrah manusia sebagai makhluk Tuhan. Kecerdasan intelelektual (IQ) dan kecerdasan emosional (EQ) dipandang masih berdimensi horisontal-materialistik belaka (manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial) dan belum menyentuh persoalan inti kehidupan yang menyangkut fitrah manusia sebagai makhluk Tuhan (dimensi vertikal-spiritual). Berangkat dari pandangan bahwa sehebat apapun manusia dengan kecerdasan intelektual maupun kecerdasan emosionalnya. pada saat-saat tertentu, melalui pertimbangan fungsi afektif, kognitif, dan konatifnya manusia akan meyakini dan menerima tanpa keraguan bahwa di luar dirinya ada sesuatu kekuatan yang maha Agung yang melebihi apa pun, termasuk dirinya. Penghayatan seperti itu menurut Zakiah Darajat (1970) disebut sebagai pengalaman keagamaan (religious experience).

Brightman (1956) menjelaskan bahwa penghayatan keagamaan tidak hanya sampai kepada pengakuan atas kebaradaan-Nya, namun juga mengakui-Nya sebagai sumber nilai-nilai luhur yang abadi yang mengatur tata kehidupan alam semesta raya ini. Oleh karena itu, manusia akan tunduk dan berupaya untuk mematuhinya dengan penuh kesadaran dan disertai penyerahan diri dalam bentuk ritual tertentu, baik secara individual maupun kolektif, secara simbolik maupun dalam bentuk nyata kehidupan sehari-hari (Abin Syamsuddin Makmun, 2003).

Temuan ilmiah yang digagas oleh Danah Zohar dan Ian Marshall, dan riset yang dilakukan oleh Michael Persinger pada tahun 1990-an, serta riset yang dikembangkan oleh V.S. Ramachandran pada tahun 1997 menemukan adanya God Spot dalam otak manusia, yang sudah secara built-in merupakan pusat spiritual (spiritual centre), yang terletak diantara jaringan syaraf dan otak. Begitu juga hasil riset yang dilakukan oleh Wolf Singer menunjukkan adanya proses syaraf dalam otak manusia yang terkonsentrasi pada usaha yang mempersatukan dan memberi makna dalam pengalaman hidup kita. Suatu jaringan yang secara literal mengikat pengalaman kita secara bersama untuk hidup lebih bermakna. Pada God Spot inilah sebenarnya terdapat fitrah manusia yang terdalam (Ari Ginanjar, 2001). Kajian tentang God Spot inilah pada gilirannya melahirkan konsep Kecerdasan Spiritual, yakni suatu kemampuan manusia yang berkenaan dengan usaha memberikan penghayatan bagaimana agar hidup ini lebih bermakna. Dengan istilah yang salah kaprahnya disebut Spiritual Quotient (SQ)

Jauh sebelum istilah Kecerdasan Spiritual atau SQ dipopulerkan, pada tahun 1938 Frankl telah mengembangkan pemikiran tentang upaya pemaknaan hidup. Dikemukakannya, bahwa makna atau logo hidup harus dicari oleh manusia, yang di dalamnya terkandung nilai-nilai : (1) nilai kreatif; (2) nilai pengalaman dan (3) nilai sikap. Makna hidup yang diperoleh manusia akan menjadikan dirinya menjadi seorang yang memiliki kebebasan rohani yakni suatu kebebasan manusia dari godaan nafsu, keserakahan, dan lingkungan yang penuh persaingan dan konflik. Untuk menunjang kebebasan rohani itu dituntut tanggung jawab terhadap Tuhan, diri dan manusia lainnya. Menjadi manusia adalah kesadaran dan tanggung jawab (Sofyan S. Willis, 2005).

Di Indonesia, penulis mencatat ada dua orang yang berjasa besar dalam mengembangkan dan mempopulerkan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual yaitu K.H. Abdullah Gymnastiar atau dikenal AA Gym, da’i kondang dari Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung dengan Manajemen Qalbu-nya dan Ary Ginanjar, pengusaha muda yang banyak bergerak dalam bidang pengembangan Sumber Daya Manusia dengan Emotional Spritual Quotient (ESQ)-nya.

Dari pemikiran Ary Ginanjar Agustian melahirkan satu model pelatihan ESQ yang telah memiliki hak patent tersendiri. Konsep pelatihan ESQ ala Ary Ginanjar Agustian menekankan tentang : (1) Zero Mind Process; yakni suatu usaha untuk menjernihkan kembali pemikiran menuju God Spot (fitrah), kembali kepada hati dan fikiran yang bersifat merdeka dan bebas dari belenggu; (2) Mental Building; yaitu usaha untuk menciptakan format berfikir dan emosi berdasarkan kesadaran diri (self awareness), serta sesuai dengan hati nurani dengan merujuk pada Rukun Iman; (3) Mission Statement, Character Building, dan Self Controlling; yaitu usaha untuk menghasilkan ketangguhan pribadi (personal strength) dengan merujuk pada Rukun Islam; (4) Strategic Collaboration; usaha untuk melakukan aliansi atau sinergi dengan orang lain atau dengan lingkungan sosialnya untuk mewujudkan tanggung jawab sosial individu; dan (5) Total Action; yaitu suatu usaha untuk membangun ketangguhan sosial.

Berkembangnya pemikiran tentang kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) menjadikan rumusan dan makna tentang kecerdasan semakin lebih luas. Kecerdasan tidak lagi ditafsirkan secara tunggal dalam batasan intelektual saja. Menurut Gardner bahwa “salah besar bila kita mengasumsikan bahwa IQ adalah suatu entitas tunggal yang tetap, yang bisa diukur dengan tes menggunakan pensil dan kertas”. Hasil pemikiran cerdasnya dituangkan dalam buku Frames of Mind.. Dalam buku tersebut secara meyakinkan menawarkan penglihatan dan cara pandang alternatif terhadap kecerdasan manusia, yang kemudian dikenal dengan istilah Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligence) (Colin Rose dan Malcolm J. Nicholl, 2002) .

Berkat kecerdasan intelektualnya, memang manusia telah mampu menjelajah ke Bulan dan luar angkasa lainnya, menciptakan teknologi informasi dan transportasi yang menjadikan dunia terasa lebih dekat dan semakin transparan, menciptakan bom nuklir, serta menciptakan alat-alat teknologi lainnya yang super canggih. Namun bersamaan itu pula kerusakan yang menuju kehancuran total sudah mulai nampak. Lingkungan alam merasa terusik dan tidak bersahabat lagi. Lapisan ozon yang semakin menipis telah menyebabkan terjadinya pemanasan global, banjir dan kekeringan pun terjadi di mana-mana Gunung-gunung menggeliat dan memuntahkan awan dan lahar panasnya. Penyakit-penyakit ragawi yang sebelumnya tidak dikenal, mulai bermunculan, seperti Flu Burung (Avian Influenza), AIDs serta jenis-jenis penyakit mematikan lainnya. Bahkan, tatanan sosial-ekonomi menjadi kacau balau karena sikap dan perilaku manusia yang mengabaikan kejujuran dan amanah (perilaku koruptif dan perilaku manipulatif).

Manusia telah berhasil menciptakan “raksasa-raksasa teknologi” yang dapat memberikan manfaat bagi kepentingan hidup manusia itu sendiri. Namun dibalik itu, “raksasa-raksasa teknologi” tersebut telah bersiap-siap untuk menerkam dan menghabisi manusia itu sendiri. Kecerdasan intelektual yang tidak diiringi dengan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritualnya, tampaknya hanya akan menghasilkan kerusakan dan kehancuran bagi kehidupan dirinya maupun umat manusia. Dengan demikian, apakah memang pada akhirnya kita pun harus bernasib sama seperti Dinosaurus ?

Dengan tidak bermaksud mempertentangkan mana yang paling penting, apakah kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional atau kecerdasan spiritual, ada baiknya kita mengambil pilihan eklektik dari ketiga pilihan tersebut. Dengan meminjam filosofi klasik masyarakat Jawa Barat, yaitu cageur, bageur, bener tur pinter, maka kita dapat menarik kesimpulan bahwa dengan kecerdasan intelektualnya (IQ) orang menjadi cageur dan pinter, dengan kecerdasan emosional (EQ) orang menjadi bageur, dan dengan kecerdasan spiritualnya (SQ) orang menjadi bener. Itulah agaknya pilihan yang bijak bagi kita sebagai pribadi maupun sebagai pendidik (calon pendidik) !

Sebagai pribadi, salah satu tugas besar kita dalam hidup ini adalah berusaha mengembangkan segenap potensi (fitrah) kemanusian yang kita miliki, melalui upaya belajar (learning to do, learning to know (IQ), learning to be (SQ), dan learning to live together (EQ), serta berusaha untuk memperbaiki kualitas diri-pribadi secara terus-menerus, hingga pada akhirnya dapat diperoleh aktualisasi diri dan prestasi hidup yang sesungguh nya.

Sebagai pendidik (calon pendidik), dalam mewujudkan diri sebagai pendidik yang profesional dan bermakna, tugas kemanusiaan kita adalah berusaha membelajarkan para peserta didik untuk dapat mengembangkan segenap potensi (fitrah) kemanusian yang dimilikinya, melalui pendekatan dan proses pembelajaran yang bermakna (Meaningful Learning) (SQ), menyenangkan (Joyful Learning) (EQ) dan menantang atau problematis (problematical Learning) (IQ), sehingga pada gilirannya dapat dihasilkan kualitas sumber daya manusia Indonesia yang cageur, bageur, bener, tur pinter.

Sebagai penutup tulisan ini, mari kita renungkan ungkapan dari Howard Gardner bahwa : “BUKAN SEBERAPA CERDAS ANDA TETAPI BAGAIMANA ANDA MENJADI CERDAS !

Sumber Bacaan :

Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Rosda Karya Remaja.

Akhmad Sudrajat. 2006. Psikologi Pendidikan. Kuningan : PE-AP Press

Ary Ginanjar Agustian. 2001. ESQ Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam; Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Sipritual. Jakarta : Arga.

Basyar Isya. 2002. Menjadi Muslim Prestatif. Bandung : MQS Pustaka Grafika

Colin Rose dan Malcolm J. Nicholl. 2002. Accelerated Learning for The 21st Century (terj. Dedi Ahimsa). Bandung : Nuansa.

Daniel Goleman.1999. Working With Emotional Intelligence. (Terj. Alex Tri Kancono Widodo), Jakarta : PT Gramedia.

E.Mulyasa. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Konsep, Karakteristik dan Implementasi. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.

Gendler, Margaret E. 1992. Learning & Instruction; Theory Into Practice. New York: McMillan Publishing.

H.M. Arifin. 2003. Teori-Teori Konseling Agama dan Umum. Jakarta. PT Golden Terayon Press.

Nana Syaodih Sukmadinata. 2005. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.

Sofyan S. Willis. 2004. Konseling Individual; Teori dan Praktek. Bandung : Alfabeta

Syamsu Yusuf LN. 2003. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.. Bandung: PT Rosda Karya Remaja.

Meningkatkan kecerdasan linguistik “selama” Ramadhan

Minggu pagi ini saya terkekeh-kekeh saat membaca Komik Benny dan Mice di harian Kompas. Menyajikan sentilan kepada kita semua (termasuk saya tentunya), bahwa ada kecenderungan bertobat sementara di bulan puasa ini. Diperlihatkan bahwa si Benny dan Mice awalnya mau membakar majalah Playboy dan film porno serta benda maksiat lainnya untuk membuang pikiran kotor dalam menyambut datangnya bulan suci Ramadhan.

Sejurus kemudian keinginan ini dicegah temannya seraya mengatakan : “Eiit entar dulu, disimpan di gudang aja dulu, .. hehhehe, Ntar kalo ramadhan dah lewat, mungkin barang-barang ini masih bisa bermanfaat ….”

Hahaha, suatu sentilan halus yang semoga menginspirasi kita semua, dan semoga kita cukup dewasa untuk mau terketuk dengan komik itu, bukannya marah. Mungkin fenomena ini yang sering disebut sebagai Tomat : Tobat sementara lalu Kumat lagi.

Well, setiap tahun, media massapun juga menyuguhi kita berita yang senantiasa berulang-ulang sehingga sebenarnya masyarakat sudah hapal bahwa tahun depan pasti akan terjadi lagi. Setiap awal bulan puasa, tiba-tiba marak berita yang bertema : penggrebekan diskotik, penyegelan cafe, pemusnahan miras, razia PSK, himbauan warung / restoran / diskotik untuk tutup, dan sejenisnya.

Logika yang dikemukakan untuk mendasari tindakan itu, biasanya adalah menghormati bulan puasa. Jelas, secara prinsip saya juga mendukung upaya menghormati bulan puasa, karena bulan puasa adalah bulan yang suci…, dan terlebih tentunya juga untuk menghormati orang yang berpuasa.

Ohya, pembaca yang budiman, mohon bersabar, tulisan ini bukan antipati pada fenomena itu kok, bukan pula kritik tajam, namun bahan kita belajar bersama untuk lebih mengarifi situasi. Tentunya, saya ingin membahasnya dari sudut pandang NLP di bidang komunikasi bawah sadar.

Oke, jika kita perhatikan, selalu ada orang yang mengucapkan kalimat ini di awal puasa atau hari-hari sebelumnya : “Kami menghimbau cafe, selama bulan puasa restoran dan warung ditutup terutama di siang hari, untuk menghormati bulan puasa ini. Atau minimal diberikan kerai / gordyn sehingga tidak terlihat dari luar”.

Di dalam kalimat di atas, terkandung sebuah makna presuposisi (asumsi yang tidak perlu dikatakan lagi) bahwa himbauan ini adalah selama bulan puasa, sehingga sebelum atau setelahnya mereka boleh membuka cafe /restoran / warungnya secara bebas.

Tentunya kita setuju penjelasan di atas mudah sekali dipahami, tidak melibatkan kerumitan logika apapun. Tidak ada kesalahan logika apapun dalam kalimat di atas. Yang pelu kita catat adalah suatu kata “selama” (during), maka secara otomatis kalimat ini memiliki presuposisi yang meng-exclude peristiwa ini tidak berlaku untuk sebelum dan setelahnya.

Nah, setiap kali kata “selama” diucapkan seseorang, maka secara otomatis bersemai ide di kepala pendengar bahwa ini tidak berlaku untuk sebelum dan setelahnya. Jika dilakukan dengan kesengajaan, maka peristiwa persemaian ide ini disebut sebagai seeding atau installation : tidak perlu dikatakan secara eksplisit namun tersampaikan. Hal semacam ini dalam pelajaran tata bahasa disebut sebagai makna tersirat. NLP melakukan utilisasi proses makna tersirat ini dengan teknik yang disebut sebagai presuposisi dan masuk dalam bahasan Milton Model.

Oke, saya harap contoh diatas cukup menjelaskan proses terjadinya suatu seeding , karena kita baru akan masuk ke esensi permasalahan di bawah ini.

Mari kita lihat contoh kalimat lain yang biasanya juga diucapkan oleh para pesohor masyarakat sebelum puasa, lihat berikut ini:

Selama Ramadhan, kami menghimbau artis dan penyanyi untuk menutup aurat, untuk menghormati bulan puasa ini.”

Nah apa presuposisinya?

Dalam konteks menghormati bulan puasa, pesan itu sangat baik, namun di sisi lain, peristiwa seeding apa yang terjadi? Tanpa perlu dijelaskan lagi, pesan itu malah mengirimkan pesan bawah sadar yang memperkuat pemahaman sepotong-sepotong mengenai penutupan aurat. Seolah penutupan aurat hanya perlu di tutup SELAMA bulan puasa.

Nah!

Peace man, peace!

Stop, sebentar… Tulisan ini bukan usulan untuk membiarkan artis membuka aurat selama bulan puasa, atau bermaksud mengkritik para pesohor yang mengucapkan hal itu. Jauh…, jauh dari niat itu kok!

Tulisan ini adalah bermaksud belajar bersama untuk meningkatkan kecerdasan linguistik supaya kita tidak lagi melakukan : menyemai ide yang keliru tanpa kita sadari.

Ini yang penting, bukanlah jauh lebih baik jika kalimatnya semacam berikut ini :

Berpuasa adalah cara agama untuk menyadarkan pada kita agar selalu mengendalikan hawa nafsu. Hormati bulan puasa ini dengan lebih dari sekedar menutup aurat, dan tegakkan kehormatan diri kita semua dengan selalu menutup aurat sekalipun bukan di bulan puasa.”

Tentunya kita semua dapat membuat kalimat yang lebih baik, rambu-rambunya adalah hindari melakukan sedding secara tidak sengaja di benak masyarakat sehingga terhindar dari kontra produktif.

Nah…, mungkin Anda ingin menyumbangkan kalimat lain untuk ide orang-orang ini, silahkan ditulis di tanggapan di bawah ini…

Oke…, mari berlatih dan berpraktek menajamkan ilmu linguistik selama bulan ramadhan ini…

Lho….? Setelah dan sebelum ramadhan bagaimana ya?

Ya tetap terus berlatih dan berpraktek menajamkan lingustik lah ya…

Catatan
Kawan…, mari berbagi manfaat!
Jika Anda merasa artikel ini bermanfaat bagi Anda……….., mengapa tidak
tuliskan pendapat Anda di sini! Sekarang juga…, kami semua akan segera mendapat manfaat dari pendapat Anda! Apapun itu…, ya khan?
Pendapat Anda akan menambah perspektif bagi kami semua.
Terima kasih sudah bersedia berbagi di sini…

Ronny F. Ronodirdjo.

Delapan Jenis Kecerdasan

Howard Gardner, seorang psikolog terkemuka dari Harvard University, menemukan bahwa sebenarnya manusia memiliki beberapa jenis kecerdasan. Howard menyebutnya sebagai kecerdasan majemuk atau multiple intelligence.

Mula-mula Howard menemukan tujuh kecerdasan, namun dalam perkembangan selanjutnya, ia berhasil menemukan satu kecerdasan lagi. Sehingga sampai hari ini diperkirakan setiap manusia memiliki delapan jenis kecerdasan.

Kedelapan jenis kecerdasan itu adalah:

  1. Kecerdasan Linguistik (word smart)
  2. Kecerdasan Spasial (picture smart)
  3. Kecerdasan Matematis (logic smart)
  4. Kecerdasan Kinestetis (body smart)
  5. Kecerdasan Musik (music smart)
  6. Kecerdasan Interpersonal (people smart)
  7. Kecerdasan Intrapersonal (self smart)
  8. Kecerdasan Naturalis (nature smart)

Setiap manusia memiliki semua jenis kecerdasan itu, namun hanya ada beberapa yang dominan atau menonjol dalam diri seseorang.

Kita sering kali menganggap bahwa orang yang memiliki kecerdasan matematis (logic smart) sebagai orang yang pintar. Namun, survei membuktikan bahwa mereka yang dulunya terkenal nakal dan bandel di kelas, justru pada saat bekerja bisa sukses dan menjadi pemimpin atas orang-orang yang dikenal rajin dan pandai di kelas. Mengapa bisa demikian?

Mereka yang nakal dan bandel itu bukanlah bodoh, tetapi mereka memang tidak menonjol dalam kecerdasan matematis dan mungkin menonjol dalam jenis kecerdasan yang lain.

Kita perlu mengetahui kecerdasan dominan kita, sehingga kita dapat lebih mengembangkannya. Artikel-artikel selanjutnya akan membahas tentang delapan jenis kecerdasan tersebut.

Sumber: Who Am I? Yes! I Know!, Timotius Adi Tan & Iwan Wahyudi, Metanoia Publishing, Cetakan Pertama, Maret 2007, hlm. 106 – 107.

I want my children to understand the world, but not just because the world is fascinating and the human mind is curious. I want them to understand it so that they will be positioned to make it a better place. Knowledge is not the same as morality, but we need to understand if we are to avoid past mistakes and move in productive directions. An important part of that understanding is knowing who we are and what we can do... Ultimately, we must synthesize our understandings for ourselves. The performance of understanding that try matters are the ones we carry out as human beings in an imperfect world which we can affect for good or for ill" (Howard Gardner 1999: 180-181)

"In the heyday of the psychometric and behaviorist eras, it was generally believed that intelligence was a single entity that was inherited; and that human beings - initially a blank slate - could be trained to learn anything, provided that it was presented in an appropriate way. Nowadays an increasing number of researchers believe precisely the opposite; that there exists a multitude of intelligences, quite independent of each other; that each intelligence has its own strengths and constraints; that the mind is far from unencumbered at birth; and that it is hallenge the natural lines of force within an intelligence and its matching domain
unexpectedly difficult to teach things that go against early 'naive' theories of that cs" . (Gardner 1993: xxiii)

Howard Earl Gardner
tentunya bukan nama yang asing bagi banyak pendidik di seluruh dunia karena melalui beliaulah teori "multiple Intellegences" diperkenalkan. Psikolog dan profesor kependidikan di Harvard ini membagi kecerdasan dasar manusia menjadi 8 kategori yaitu :

Kecerdasan Linguistik (Linguistic intelligence)
Kecerdasan ini termasuk kemampuan membaca, menulis dan berkomunikasi dengan menggunakan kata-kata atau bahasa. Orang yang memiliki kecerdasan ini memiliki sensitivitas terhadap bahasa lisan maupun tertulis diantaranya yaitu; mempunyai kemampuan untuk belajar bahasa dengan lebih cepat dari rata -rata orang dan atau mempunyai kemampuan untuk memilih dan mengunakan bahasa secara efektif dan efisien guna mencapai hajatnya. Pengacara, penulis, jurnalis, penyair, orator dan pelawak adalah contoh nyata orang yang memiliki kecerdasan ini. Contohnya antara lain Charles Dickens, Abraham Lincoln, T.S. Eliot, Sir Winston Churchill.

Kecerdasan Logis Matematis (Logical-mathematical intelligence)
Kecerdasan ini termasuk kemampuan untuk menganalisa persoalan secara logis dan sistematis, kemampuan menggunkan perhitungan matematika dengan tepat dan akurat, serta kemampuan untuk menyelidiki berbagai persoalan secara ilmiah. Ini adalah jenis-jenis keterampilan yang sangat dikembangkan pada diri ilmuan,insinyur, ekonom, akuntan, detektif dan para anggota profesi hukum. Contohnya yang terkenal antara lain Albert Einstein, John Dewey.

Kecerdasan Visual-Spasial (Spatial intelligence)
Kemampuan berfikir menggunakan gambar, memvisualisasikan hasil masa depan. membayangkan berbagai hal pada mata fikiran Anda. Orang yang memiliki jenis kecerdasan ini antara lain para arsitek, seniman, pemahat, pelaut, fotografer dan perencana strategis. Kita menggunakan kecerdasan ini ketika memiliki citarasa arah, ketika kita berlayar atau menggambar. Contohnya adalah Picasso, Frank Llyod Wright, Columbus.

Kecerdasan Musikal (Musical intelligence)

Kecerdasan ini termasuk kemampuan menggubah atau mencipta musik, serta menjaga ritme. Ini merupakan bakat yang dimiliki oleh para musisi, komposer, dan perekayasa rekaman. Tetapi kebanyakan kita memiliki kecerdasan musikal dasar yang dapat dikembangkan. Bayangkan proses belajar sangat terbantu jika kita menggunakan suatu ritme atau sejenis sajak bermusik. Contohnya Mozart, Leonard Bernstein, Ray Charles.

Kecerdasan Kinestetik-Tubuh (Bodily-kinesthetic intelligence)

Kecerdasan ini diantaranya termasuk kemampuan menggunakan sebagian atau semua bagian tubuh secara terampil untuk memecahkan masalah, menciptakan produk atau mengemukakan gagasan dan emosi. Kemampuan ini jelas diperlihatkan untuk mengejar prestasi atletik, seni seperti menari dan akting, atau dalam bidang bangunan dan konstruksi.
Orang yang mempunyai kecerdasan ini mempunyai kemampuan mental untuk mengkoordinasikan gerakan tubuhnya secara sempurna. Contohnya Tiger Wood,Charlie Chaplin, Michael Jordan, Rudolf Nureyev.

Kecerdasan Interpersonal (Interpersonal intelligence

Kecerdasan ini bisa diidentifikasi melalui kemampuan seseorang bekerja secara efektif dengan orang lain, berhubungan dengan orang lain dan memperlihatkan empati dan pengertian, memperhatikan motivasi dan tujuan mereka. Kecerdasan jenis ini biasanya dimiliki para guru yang baik, fasilitator, penyembuh, politisi, pemuka agama, dan waralaba.
Contohnya yang terkenal adalah Oprah Winfrey, Mahatma Gandhi, Ronald Reagan, Mother Teresa.

Kecerdasan Intrapersonal (Intrapersonal intelligence)
Kecerdasan ini termasuk diantaranya adalah kemampuan menganalisis-diri dan merenungkan-diri- mampu merenung dalam kesunyian dan menilai prestasi seseorang, meninjau perilaku seseorang dan perasaan-perasaan terdalamnya, membuat rencana dan menyusun tujuan yang hendak dicapai, mengenal-benar diri sendiri. Kecerdasan ini biasanya dimiliki oleh para filosof, penyuluh, pembimbing, dan banyak penampil puncak dalam setiap bidang. Contohnya adalah Eleanor Roosevelt,Freud, Plato.

Kecerdasan Naturalis (Naturalist intelligence
)
Kemampuan mengenal flora dan fauna, melakukan pemilahan-pemilahan runtut dalam dunia kealaman, dan menggunakan kemampuan ini secara produktif misalnya untuk berburu, bertani atau melakukan penelitian biologi. Para petani, para ahli tumbuhan (botanis), konservasi, biologi, lingkungan, semuanya memperlihatkan aspek-aspek kecerdasan ini.

Nah, dari 8 kecerdasan ini mana yang paling dominan dalam diri Anda? Amati, dekati dan nikmati kecerdasan itu untuk bisa menjadi besar dan tentu bermanfaat bagi orang lain

Indonesia dan Kecerdasan Majemuk

Limas Sutanto

Teori kecerdasan majemuk (the theory of multiple intelligences, Gardner, 1983, 1993, 1999) mengatakan, manusia bisa belajar, berkomunikasi, dan memecahkan masalah dengan sembilan cara.

Kesembilan cara itu mendayagunakan kekuatan kepiawaian, yaitu: (1) kekuatan kepiawaian kata (kecerdasan linguistik); (2) kekuatan kepiawaian logika/penalaran dan angka (kecerdasan logik-matematik); (3) kekuatan kepiawaian gambar (kecerdasan spasial); (4) kekuatan kepiawaian gerak tubuh (kecerdasan gerak ragawi); (5) kekuatan kepiawaian irama dan nada (kecerdasan musikal); (6) kekuatan kepiawaian hubungan antarinsan (kecerdasan interpersonal); (7) kekuatan kepiawaian diri (kecerdasan intrapersonal); (8) kekuatan kepiawaian hubungan manusia dengan fauna, flora, dan alam (kecerdasan naturalis); dan (9) kekuatan kepiawaian religiositas, spiritualitas, dan filsafat (kecerdasan eksistensial).

Bangsa Indonesia, dalam transisi berat, dari kehidupan lama yang penuh ketidakadilan, kecurangan, ketertutupan, kekerasan, dan ketidakpiawaian, menuju hidup baru yang lebih adil, jujur, terbuka, damai, dan piawai (profesional), perlu meniti gelaran kesembilan cara itu, dan mendayagunakan kesembilan kekuatan kepiawaian yang dirangkum Howard Gardner.

Gejala-gejala kekasaran, kekerasan, dan kegagalan yang menyakitkan dalam kurun transisi dapat diterangkan dengan pandangan kecerdasan majemuk. Misalnya, kekasaran dan kekerasan aneka kelompok yang menggunakan panji apa pun (agama, suku, ideologi, dan lainnya) main hakim sendiri terhadap orang atau kelompok lain, terjadi karena kelompok-kelompok yang mengumbar kekasaran dan kekerasan tidak mendayagunakan kesembilan kekuatan kepiawaian dengan baik. Paling jauh mereka menggunakan satu kekuatan kepiawaian, yaitu kekuatan kepiawaian gerak ragawi. Namun, pada saat sama mereka menanggalkan kedelapan kekuatan kepiawaian lain, terutama kekuatan kepiawaian kata, kekuatan kepiawaian hubungan antarinsan, dan kekuatan kepiawaian religiositas, spiritualitas, dan filsafat.

Korupsi sistemik yang meresapkan ketidakadilan dan kemiskinan terjadi karena pejabat dan birokrat "pandai" menggunakan kecerdasan linguistik dan kecerdasan logik-matematik. Namun, pada saat sama mereka menanggalkan kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan eksistensial.

Bencana lumpur panas di Jawa Timur, yang amat menyengsarakan rakyat kecil, terjadi karena para pengelola dan pelaksana usaha itu tidak mendayagunakan kecerdasan logik-matematik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan naturalis, dan kecerdasan eksistensial dengan baik.

Belum mencerdaskan

Pendidikan kita belum mencerdaskan, terlalu bertitik berat pada pendayagunaan kecerdasan linguistik dan kecerdasan logik-matematik. Itu pun banyak dilakukan dengan cara tidak benar. Akibatnya, insan dan bangsa Indonesia tidak mampu menjalani kehidupan dengan kecerdasan yang menyeluruh. Perilaku insan dan bangsa Indonesia yang tidak didukung pengejawantahan kecerdasan yang menyeluruh, tidak hanya berakibat ketidakadilan, ketidakjujuran, ketertutupan, kekerasan, dan ketidakpiawaian satu tingkat (sekali lalu berhenti). Yang terjadi justru penganakpinakan akibat-akibat mengerikan itu secara tak henti dalam lingkar setan ketidakbahagiaan dan kesakitan bangsa Indonesia. Kehidupan yang tidak didukung pendayagunaan kecerdasan yang menyeluruh kian banyak meresapkan ketidakbahagiaan dan kesakitan. Lalu, insan-insan yang tidak bahagia dan merasakan kesakitan akan menganakpinakkan kekerasan, ketidakpiawaian, dan kegagalan baru.

Kita perlu mengejawantahkan kehidupan yang didukung pendayagunaan kesembilan kecerdasan secara menyeluruh, karena hal itu akan lebih memungkinkan penghayatan kebahagiaan dan pengejawantahan kebaikan penuh (Armstrong, 1993, 1999). Dengan demikian, lingkar setan kekerasan, ketidakpiawaian, dan kegagalan dapat dipatahkan, digantikan gerakan tumbuh kembang sehat yang membuahkan kesejahteraan serta kebaikan bagi seluruh bangsa. Ini bisa dimulai dari pendidikan yang secara saksama dan jujur dilaksanakan demi menumbuhkembangkan kecerdasan tiap insan pembelajar Indonesia.

LIMAS SUTANTO Psikiater Konsultan Psikoterapi, Tinggal di Malang

Tips Mengasah Kecerdasan Majemuk


Selasa, 04-Desember-2007 13:56:43
Oleh : Rahmi

Setiap kecerdasan dalam Multiple intelligence dapat dikembangkan hingga batas maksimalnya. Di bawah ini beberapa tips yang dapat dilakukan orangtua untuk mengembangkan kecerdasan majemuk anak:

Tips Cerdas Bahasa
1. Bicara, bicara dan bicara. Banyak bicara tetapi bukan mengomel.
2. Hargai anak dan mendengar pendapatnya.
3. Mendongeng.
4. Katakan yang dilihat, dengar atau rasakan dalam aktivitas sehari-hari.
5. Nyatakan yang kita pikirkan untuk dilakukan.
6. Jawab pertanyaan anak dengan antusias, bukan sambil lalu.
7. Melatih anak menulis buku harian. Ceritakan pula kisah Anne Frank yang buku hariannya menjadi terkenal di seluruh dunia.

Tips Cerdas Matematika
1. Perkenalkan angka sedini mungkin melalui permainan, menghitung anak tangga atau sambil merapikan mainan.
2. Memperkenalkan konsep besar-kecil atau sama besar.
3. Permainan dengan dadu, ular tangga, monopoli, ludo, dll.
4. Bermain tebak-tebakan untuk melatih logika berpikir anak, misal hewan apakah aku? Suka makan pisang dan bergelantungan di pohon?
5. Bermain air untuk mengenal konsep mengapung tenggelam.

Tips Cerdas Gambar

1. Membantu mengelompokkan pakaian sebelum disetrika atau dilipat. Ini pakaian kakak, punyaku, punya ayah dan punya bunda. Dalam kegiatan ini anak akan membayangkan pakaian siapa ini?
2. Belajar tentang warna.
3. Hargai hasil kreasi anak dengan memajangnya di rumah, bila perlu diberi bingkai layaknya karya pelukis terkenal.
4. Berburu garis, ada garis apa saja ya? Lengkung, lurus, ada lingkaran juga, dll.
5. Bermain plastisin atau adonan roti.
6. Permainan "aku melihat dengan mata kecilku". Minta anak mencari benda dengan warna tertentu di sekitar kita, misal "Mama melihat sesuatu yang berwarna merah, apa ya?"

Tips Cerdas Fisik

1. Main dorong-dorongan.
2. Papan keseimbangan.
3. Ball game, aneka permainan dengan bola.
4. Membereskan kamar.
5. Bersepeda.
6. Belajar sambil bergerak.
7. Menyentuh, merasakan sensasi perbedaan bentuk dan permukaan benda.

Tips Cerdas Musik
1. Berdendang, menyanyikan aneka jenis lagu.
2. Mengajak anak memperhatikan suara-suara di sekitar. "Ssst, dengar ada suara apa saja ya? O, Bibi lagi mencuci, ada tetangga sedang menyapu halaman, suara Pak tukang di sebelah rumah, dll."
3. Sound hunting games. Sembunyikan HP di tempat yang tidak terlihat anak, setting alarm-nya, saat berbunyi minta anak mencari dimana HP itu bersembunyi.
4. Menebak suara alat musik atau benda.

Tips Cerdas Sosial atau Bergaul
1. Membicarakan macam-macam perasaan, ungkapkan dengan kata-kata bila Anda atau si kecil sedang sedih, senang, marah, binggung, khawatir. "Kakak sedih ya karena tidak bisa bermain hari ini?"
2. Contoh pengalaman perasaan.
3. Permainan bertamu.
4. Beri sentuhan dan pelukan.
5. Conflict resolution atau menyelesaikan masalah. Bantu anak untuk menyelesaikan masalahnya sendiri.

Tips Cerdas Diri

1. Dorong anak untuk mandiri.
2. Get organized, buat agenda harian.
3. Melatih anak bersopan santun.
4. "The book of me": kumpulan foto dan cerita kecil dari kecil sampai usia sekarang.
5. Berikan pujian yang spesifik, "Wah, kakak pintar sudah bisa merapikan buku sendiri."
6. Beri anak kesempatan untuk membuat keputusan.
7. Memanggil dengan sebutan pasti, nama yang tidak berubah-ubah.

Tips Cerdas Alam
1. Bermain ke kebun binatang.
2. Menanam di kebun.
3. Main air atau hujan.
4. Menjadi detektif alam, pohon apa itu?
5. Bereksperimen dengan kaca pembesar.
6. Ajak ke pantai dan menikmati ombak.

Tips Cerdas Spiritual

1. Tanamkan nilai-nilai spiritual, seperti kejujuran, bersyukur, memaksimalkan usaha dan menyerahkan hasil pada Tuhan, dll.
2. Merasakan kehadiran Tuhan, misal melalui apa yang diberikan hari ini, perbuatan baik yang akan dicatat, melalui cerita-cerita berhikmah, dll.
3. Rutinitas ibadah dengan anak setiap hari.

(Zuhaira Haurani,S.Psi/berbagai sumber)

Dua Jenis Kecerdasan Baru

Ide dan Artikel


Written by Aar

Wednesday, 14 February 2007

Ada 2 jenis kecerdasan baru yang digagas oleh Howard Gardner melengkapi 7 jenis kecerdasan yang telah dinyatakannya sebagai Multiple Intelligences. Dua kecerdasan baru itu adalah kecerdasan naturalis dan kecerdasan eksistensial.

Inti dalam kecerdasan naturalis meliputi kemampuan membedakan dan mengelompokkan jenis-jenis flora dan fauna atau bangun-bangun alam seperti gunung dan awan. Sementara, kecerdasan eksistensial adalah kecerdasan yang berkaitan dengan minat pada persoalan-persoalan kehidupan.

Dua jenis kecerdasan yang dipertimbangkan sebagai jenis kecerdasan baru itu akan semakin memperluas khazanah pendidikan dan pengenalan terhadap pengembangan potensi-potensi manusia.

Sebelumnya, Gardner sudah mendeskripsikan 7 kecerdasan dasar pada manusia yang menjadi inti dari teori Multiple Intelligence (Kecerdasan Majemuk), yaitu:

- Kecerdasan linguistik
- Kecerdasan matematis-logis
- Kecerdasan spasial
- Kecerdasan kinestetis-jasmani
- Kecerdasan musikal
- Kecerdasan interpersonal
- Kecerdasan intrapersonal

(Sumber: Menerapkan Multiple Intelligences di Sekolah, Thomas Armstrong, Penerbit Kaifa, 2004)

Menguak Kecerdasan Majemuk

Pelajaran seperti Bahasa, IPS, Sejarah, Agama, Kesenian, dan Matematika memberi peluang kepada anak mengasah sembilan kecerdasan pada dirinya.

Kecerdasan majemuk yang dicetuskan Dr. Howard Gardner, seorang peneliti dari Harvard, sedang jadi primadona di masyarakat kita sejak beberapa tahun terakhir.

Gardner menyebut ada 9 kecerdasan yang memungkinkan diasah pada manusia, yaitu cerdas bahasa, cerdas gambar, cerdas musik, cerdas tubuh, cerdas matematika dan logika, cerdas sosial, cerdas diri, cerdas alam, dan cerdas spiritual.

Untuk menjadi sungguh-sungguh cerdas berarti memiliki skor yang tinggi pada seluruh kecerdasan majemuk tersebut.

Walaupun sangat jarang seseorang memiliki kecerdasan yang tinggi di semua bidang, biasanya orang yang benar-benar sukses memiliki kombinasi 4 atau 5 kecerdasan yang menonjol.

Ayah ibu tentu berharap anak bisa mencapai kecerdasan majemuk walau skornya tidak sampai kombinasi 4 atau 5 kecerdasan. Menyikapi fakta bahwa terdapat berbagai macam kecerdasan tersebut, maka sekolah sebenarnya telah menjangkau hal ini.

Buktinya terdapat beragam pelajaran yang disuguhkan untuk murid. Paul Suparno dalam bukunya "Teori Inteligensi Ganda dan Aplikasinya di Sekolah", menyebutkan bahwa untuk mengajarkan kecerdaan bahasa terdapat pada Bahasa, IPS, Sejarah, Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan.

Sementara untuk membuat murid cerdas dalam logika, budaya, atau jasmani bisa dengan cara belajar matematika, IPA, olahraga, dan kesenian.

Dengan metoda pengajaran yang tepat dan efisien, mata pelajaran tersebut tentu dapat diserap oleh para murid.

Related Article

Kecerdasan Visual Spasial

Jawaban anak seperti pada ilustrasi tersebut mencerminkan ia punya kecerdasan visual spasial (ruang), yaitu kemampuan seseorang untuk memahami secara lebih mendalam mengenai hubungan antara obyek dan ruang. Menurut Howard Gardner yang beken dengan filosofi Multiple Intelligences (MI), anak mampu untuk menciptakan imajinasi bentuk dalam pikirannya atau mampu menciptakan bentuk-bentuk tiga dimensi seperti dijumpai pada orang dewasa yang menjadi pemahat atau arsitek.
Anak dengan kecerdasan ini terlihat antusias ketika melakukan aktivitas yang berkaitan dengan kemampuan bermain puzzle, lego, balok-balok, menggambar dan mewarnai dan membuat peta. Misalnya, ketika anak berusia 4-5 tahun diminta membangun rumah-rumahan dari balok, jangan kaget melihatnya menyusun balok dengan tepat dan cepat tanpa bantuan pola atau contoh gambar. “Anak dengan kecerdasan visual pasial adalah pengamat dunia, mereka peka terhadap tanda-tanda alam dan mengamatinya secara menyeluruh," ujar Gardner.
Dari hasil penelitian yang dilakukan Gardner, orang-orang yang memiliki kepintaran visual spasial ini lebih banyak dipengaruhi otak kanan, yaitu bagian otak yang bertugas memproses ruang. Gardner menggambarkan, anak yang cerdas visual tak hanya menggambarkan tapi juga mengkonstruksikan objek ide di dalam pikiran mereka. Selain itu, kepintaran ini juga memberi kemampuan membedakan dan menemukan berbagai kombinasi atau gradasi warna. Tak heran, anak-anak ini suka sekali mendekorasi kamarnya.
Namun, sambung Gardner, kecedasan ini bukan hanya anugerah semata dari Tuhan, tapi juga bisa ditumbuhkan. Asalkan orangtua bisa menstimulasi kemampuan ini melalui beragam kegiatan. Biasanya, anak tipe ini sangat menggemari permainan-permainan "melihat melalui pikiran" seperti menggambar atau membayangkan objek dan permainan akting atau berpura-pura.

Menyanyi untuk Mengembangkan Kecerdasan Majemuk

Dengan lagu yang tepat, Anda bisa melatih dan merangsang beberapa multiple intelligence anak.

Menyanyilah bersama anak Anda.

Beberapa lagu anak-anak bisa Anda pakai untuk melatih dan merangsang beberapa kecerdasan majemuk si kecil sekaligus.

Tak percaya? Sudah pasti menyanyi berarti mengembangkan kecerdasan musik dan bahasa. Ada banyak lagu yang liriknya mengajak anak bergerak, menghitung, menirukan berbagai suara, mengenal bentuk dan warna, alam, berbagi perasaan, dan mengagungkan Tuhan.

Intinya, dengan lagu, Anda bisa merangsang kecerdasan musik, bahasa, diri, matematika, fisik, sosial, gambar, alam, dan spiritual.

Suka Hati, adalah salah satu lagu yang bisa Anda dan si kecil dendangkan.

Kalau kau suka hati tepuk tangan
Kalau kau suka hati tepuk tangan
Kalau kau suka hati mari kita lakukan
Kalau kau suka hati tepuk tangan
Kalau kau suka hati injak bumi
Kalau kau suka hati injak bumi
Kalau kau suka hati mari kita lakukan
Kalau kau suka hati injak bumi

Kalau kau suka hati lakukan semuanya
Kalau kau suka hati lakukan smuanya
Kalau kau suka hati, mari kita lakukan
Kalau kau suka hati lakukan semuanya

Anda bisa mengganti lirik dan menentukan sendiri perintahnya sesuai kecerdasan majemuk yang ingin Anda asah dalam diri si kecil. Misalnya, “Kalau kau pintar, tunjuk lima jari…” “Kalau kau cinta Tuhan, bilang amin…” Kalau Kevin (sebut nama si kecil) senang, pegang hidung” Kalau kau anak Papa, loncat-loncat…” Happy singing!

Makanan untuk Otak

Makanan apa saja yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir putra dan putri Anda ?

OTAK adalah pusat kontrol dan kendali semua sistem dalam tubuh. Otak juga menjadi pusat kecerdasan atau pusat kemampuan berpikir.

Tingkat kemampuan berpikir anak sangat dipengaruhi oleh makanan yang masuk dalam tubuhnya.

Mau tahu makanan yang dapat melejitkan kemampuan berpikir buah hati Anda? TelurTelur adalah makanan yang kaya protein, seng, vitamin A (untuk penglihatan), vitamin D (untuk pertumbuhan tulang), vitamin E (untuk mencegah penyakit), dan vitamin B12 (untuk membentuk sel darah merah).

Kuning telur mengandung lecithin yang dianggap penting sebagai makanan otak, yang bersifat baik untuk daya ingat dan konsentrasi karena mengandung zat besi yang penting bagi fungsi otak.

Pisang adalah sumber karbohidrat dengan kandungan energi yang baik. Konsumsi satu buah pisang sebagai cemilan akan membantu anak menjaga tingkat energi dan konsentrasi sepanjang hari.

Minyak ikan

Beberapa jenis asam lemak tidak dibuat di dalam tubuh dan harus diperoleh dari makanan. Lemak menjadi komponen utama otak dan sebagian besar otak terdiri dari asam lemak yang berperan penting dalam fungsi sel-sel otak.

Menerapkan MULTIPLE INTELLIGENCES dalam Proses BELAJAR MENGAJAR


Kecerdasan LINGUISTIK

- catatkata-kata kunci

- rekam dan dengarkan

- menulis dg kata-2 sendiri

- membuat rangkuman

- ajukan pertanyaan

- mengajarkannya pada

orang lain


Kecerdasan VISUAL-SPASIAL

- mind-mapping /

peta konsep

- simbol / gambar

- gunakan warna

- membayangkan /

imajinasi

Kecerdasan INTRAPERSONAL

- lakukanpersonalisasi

- buat buku harian

- kaitkan materi dg kehidupan

pribadi

- menyendiri, merenung,

konsentrasi



Kecerdasan INTERPERSONAL

- diskusi

- debat

- tukar peran

- kolaborasi

(Coop. Learning)


Kecerdasan MUSIKAL

- membuat jinggle

- ciptakan syair lagu rap

- dengarkan musik saat

belajar

Kecerdasan

LOGIS-MATEMATIS

- lakukan analisa

- gunakan flowchart

- buat urut-urutan

- metode ilmiah

- bermain dg angka


Kecerdasan KINESTETIK

- terjemahkan dalam gerakan

- bermain peran / role play

- menyalin, menulis ulang

- membuat sesuatu

- melakukan sesuatu


Kecerdasan NATURALIS

- belajar di alam terbuka

- mengaitkan materi belajar dg isu

lingkungan hidup

- memasukkan konteks

lingkungan hidup dlm materi yg

sedang dipelajari


Sumber:

Rose, Colin & Malcolm J. Nicholl, Accelerated Learning for The 21st Century (Bandung: Penerbit Nuansa,

2002) hlm. 161-174

Gunawan, Adi W., Born to be a Genius (Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Umum, 2003) hlm. 108-133

Anak adalah buah kasih sayang dan tumpuan harapan besar dari kedua orang tua. Berbagai cara dilakukan dan ditempuh agar anak dapat tumbuh berkembang dengan baik, sesuai yang diharapkan. Proses penting pembentukan harapan tersebut dimulai dari dalam kandungan, setelah kelahiran sampai anak berusia remaja.





Secara ilmiah;

Ibu hamil tidak hanya butuh asupan nutrisi yang berkualitas baik untuk mensuplai janin, tetapi ibu hamil dan janin juga membutuhkan rangsangan-rangsangan positip, ketenangan dan suasana yang nyaman pada masa-masa kehamilan. Pada usia kehamilan 3 bulan, sebenarnya janin sudah dapat mendengar bunyi-bunyian yang ada disekitarnya dengan baik dari dalam kandungan. Masa kehamilan adalah masa-masa yang sangat penting.

Intinya, bukan hanya asupan nutrisi yang berkualitas baik saja yang dibutuhkan pada masa-masa itu, kebutuhan lainnya adalah rangsangan-rangsangan positip dan ketenangan dalam membentuk individu yang baik.




UNSUR-UNSUR PENTING YANG MEMPENGARUHI KECERDASAN ANAK

- Unsur Genetika (Bawaan)

- Unsur Lingkungan dan Rangsangan

Anak dapat mengembangkan berbagai kecerdasan dan kemampuannya dengan baik, jika mempunyai unsur genetika (bawaan) dan dirangsang juga oleh lingkungan secara terus menerus.

Orang tua yang cerdas, anaknya juga akan cenderung menjadi cerdas apabila faktor lingkungan dan rangsangan yang diberikan mendukung untuk pengembangan kecerdasannya, sejak di dalam kandungan, masa bayi dan masa balita. Walaupun kedua orang tuanya cerdas, tetapi jika lingkungan dan rangsangan yang diberikan tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok untuk pengembangan kecerdasannya, maka potensi kecerdasan anak tidak akan dapat berkembang secara optimal.

Demikian juga sebaliknya, apabila orang tua yang kebetulan tidak berkesempatan mengenyam pendidikan tinggi dengan berbagai alasan, si anak akan menjadi cerdas apabila kebutuhan pokok dan rangsangan untuk pengembangan kecerdasannya terpenuhi sejak di dalam kandungan sampai usia sekolah dan remaja.





KECERDASAN MULTIPEL (Multiple Inteligensia)

Kecerdasan Multipel adalah kecerdasan-kecerdasan yang dapat dikembangkan dan dirangsang pada anak, antara lain:

1. Verbal (Linguistic)

Kemampuan menguraikan pikiran dalam bentuk kalimat-kalimat, berkomunikasi, diskusi dan tulisan.

2. Logical (Mathematical)

Kemampuan menggunakan logika metematik dalam memecahkan berbagai masalah.

3. Visual Spatial

Kemampuan untuk berfikir tiga dimensi.

4. Bodily (Kinesthetic)

Kemampuan membuat gerakan seperti menari dan olah raga.

5. Musical

Kemampuan berekspresi dan peka dengan nada, bunyi irama dan melodi yang didengarnya.

6. Intrapersonal

Kemampuan memahami dan mengendalikan diri sendiri.

7. Interpersonal

Kemampuan memahami orang lain dan menyesuaikan diri terhadap orang lain.

8. Naturalist

Kemampuan memahami dan memanfaatkan lingkungan secara positip.










KEBUTUHAN POKOK PENUNJANG PERTUMBUHAN DAN KECERDASAN ANAK

· Fisik (Biologis), berhubungan dengan pertumbuhan otak, sistem sensorik dan motorik. Kebutuhan ini adalah nutrisi yang bergizi baik sejak di dalam kandungan sampai balita.

· Emosi (Kasih Sayang), berhubungan dengan kecerdasan emosi, interpersonal dan intrapersonal. Kebutuhan rasa aman dan nyaman mulai di dalam kandungan sampai usia remaja.

· Stimulasi Dini, merangsang kecerdasan-kecerdasan lainnya. Hal ini meliputi rangsangan positip yang terus menerus dengan berbagai cara untuk merangsang semua sistem sensorik dan motorik anak.

Ketiga kebutuhan pokok diatas, harus diberikan secara simultan (bersamaan) sejak berada di dalam kandungan sampai usia remaja. Setiap orang tua selalu mengharapkan kelak anaknya dapat tumbuh berkembang dengan baik, cerdas dan berprestasi.

Ada beberapa cara dan metode yang dilakukan untuk memberikan rangsangan-rangsangan positip

yang bertujuan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan kecerdasan anak mulai di dalam kandungan, setelah lahir dan sampai berusia 5 tahun. Salah satu contohnya adalah therapy menggunakan suara dan nada-nada yang telah di modulasikan dengan gelombang-gelombang tertentu. Alunan nada-nada beraturan secara priodik dan tidak beraturan secara logic adalah salah satu contohnya. Misalnya beberapa alunan nada-nada musik klasik.

Kami memperkenalkan metode rangsangan positip berupa modul suara therapy yang dapat mengoptimalkan pertumbuhan dan kecerdasan buah hati anda.

Modul therapy tersebut adalah BABIES THERAPY





BABIES THERAPY adalah modul suara therapy binaural yang dikemas ke dalam bentuk CD Audio (Compact Disc Digital Audio) berkualitas tinggi. Berisi alunan nada-nada lembut yang telah modulasikan dengan gelombang otak (Brainwave) dan Nature Atmosphere. Modul therapy tersebut akan memberikan rasa nyaman, rasa aman dan memberikan rangsangan-rangsangan positip untuk pertumbuhan dan kecerdasan anak.

Fungsi utama therapy ini adalah merangsang dan mengoptimalkan fungsi otak kanan (Lymbic) dan fungsi otak kiri (Neocortex) pada anak mulai dari dalam kandungan sampai usia 5 tahun. Sehingga anak menjadi cerdas, terampil, sehat dan tumbuh berkembang dengan baik. Manfaat lainnya adalah menghilangkan faktor stress dan menstabilkan tingkat tekanan darah pada level normal pada ibu hamil dan menyusui.

MANFAAT DAN KEGUNAAN BABIES THERAPY

· Merangsang dan mengoptimalkan fungsi-fungsi otak anak. Sehingga anak menjadi cerdas, terampil, sehat dan tumbuh berkembang dengan baik.

· Menghilangkan faktor stress pada ibu hamil dan menstabilkan tingkat tekanan darah pada level normal.

· Sebagai media imaginasi anak pada masa-masa pertumbuhan.

PENGGUNAAN BABIES THERAPY

· Selama masa kehamilan, ibu hamil sebaiknya mendengarkan BABIES THERAPY minimal 2 jam perhari. Lebih lama dan lebih sering, akan lebih baik pengaruhnya untuk ibu hamil dan janin.

· Setelah kelahiran sampai berusia 5 tahun, perdengarkan BABIES THERAPY pada pagi hari, siang dan pada malam hari sewaktu tidur. Minimal 3 jam perhari.

FITUR DAN KEUNGGULAN BABIES THERAPY

ff

1. Dilengkapi dengan modul Brainwave dan modul Nature Atmosphere

2. Harga terjangkau.

3. Garansi produk lifetime. CD rusak akan diganti dengan yang baru tanpa tambahan biaya.

4. Support dan pelayanan yang prima.

"...every baby is future... (...setiap anak adalah masa depan...)

Berikan yang terbaik untuk si buah hati..."

Menulis itu gampang.” Sungguhkah? Ya, tentu saja. Sebab, menulis sebenarnya cuma kegiatan memindahkan saja pikiran yang ada di kepala ke atas kertas atau monitor. Selama akal masih mampu berpikir berarti selama itu pula kita akan bisa menulis. Masalah sesungguhnya bukan pada bisa atau tidak bisa, tapi lebih pada kekuatan political will alias niat. Sebagian orang menyebutnya dengan mood.

Jika kita seorang guru, pendamping, atau pembina dari aktivitas menulis khususnya ekstrakurikuler jurnalistik (ada juga yang menamai : Klub Menulis, Writing Club, Eskul Penulisan, dan Eskul Creative Writing), maka inilah yang menjadi brainstorming pertama saat kelas menulis di buka. Kita sebaiknya menggunakan paradigma terbalik saat berbicara tentang mood dan ide.
Mengutip Inspiring Words for Writers-nya Fauzil Adhim (2005), bahwa ketika banyak orang menunggu mood untuk menulis, maka bagi penulis sejati, mood untuk menulis itu justru bangkit sendiri karena kuatnya keinginan untuk menyampaikan ilmu dan kebenaran. Jangan sampai pula kita berlelah-lelah mencari ide menulis, sebab yang benar adalah biarkan ide yang mengejar kita. Buatlah ide-ide itu bersabar mengantre, menanti kita menulisi mereka.
Kuncinya adalah menumbuhkan kepekaan hati. Seorang penulis bisa dipastikan memiliki kepekaan hati yang berlebih. Ia memiliki ketajaman visual. Mampu melihat sesuatu di luar apa yang bisa dilihat. Ide itu mungkin awalnya lahir dari hal sederhana dan jamak ada, namun menjadi kompleks dan bernilai istimewa di tangan penulis. Contohnya pada kisah Ali dan Fatimah dalam Children of Heaven yang terinpirasi dari sepasang sepatu butut.

Berbasis Kecerdasan
Majemuk
Semangat menulis yang mulai tumbuh kemudian dipelihara melalui beragam cara belajar. Penulis pernah mencoba cara klasikal yang homogen. Mengupas satu materi, semisal menulis cerpen, untuk semua siswa. Konsekuensinya beberapa murid tampak antusias, beberapa yang lain merespon biasa-biasa saja. Bahkan saat sesi praktik menulis, ada yang tak menulis satu kata pun dan malah menggambar. Mulanya, penulis menyoalkan itu. Namun kemudian, seiring bertambahnya pengalaman, penulis menyadari bahwa yang dihadapi sebenarnya bukanlah murid yang malas, tetapi soal majemuknya potensi kecerdasan, keminatan dan talenta (bakat). Sebab, saat materinya berganti ilustrasi, justru anak-anak cerpen yang kemudian menjadi tak antusias.
Cara klasikal homogen, sebagaimana cara yang biasa digunakan guru di kelas-kelas, memang membawa efek kepuasan psikologis pada diri guru. Guru merasa plong setelah berhasil merampungkan presentasi ala seminar di depan murid-murid. Namun, perlu dicermati, karena terkadang malah, presentasi itu memakan waktu separoh dari jatah waktu yang ada. Sehingga, murid hanya punya waktu separohnya lagi untuk berkarya. Waktu yang sempit ini, biasanya menyisakan persoalan pembuatan karya yang tak tuntas. Jangan harap karya ini bisa dilanjutkan di rumah. Karena tentu saja, mereka sudah terbebani dengan tugas sekolah (PR) yang harus dikerjakan. Disambung minggu depannya, problem baru sudah menghadang, aura yang sudah berubah atau ide baru yang lebih menggoda.
Berkaca dari problem di atas, maka kemudian penulis mengadopsi prinsip kecerdasan majemuk sebagai metode belajar eskul jurnalistik (sedang dicobakan di SMP Al-Azhar 14). Jika dibedah, paling tidak ada empat sampai lima aktivitas utama dalam eskul jurnalisitik, yaitu : jurnalisme, writing, drawing, fotografi, dan video-sinematografi. Beberapa sekolah sudah bisa memisahkan tiga yang terakhir sebagai eskul tersendiri. Pembedahan ini berguna untuk pengklasifikasian keminatan sejenis pada diri siswa.
Bahasan jurnalisme adalah seputar keredaksian dan penerbitan, termasuk di antaranya ketrampilan menulis berita, feature, wawancara, dan liputan (reportase), mading, buletin, majalah, broadcasting, dan desain grafis. Writing berorientasi pada karya berbasis teks, semisal cerpen, puisi, novel, opini, esai, antologi, atau tulisan ilmiah termasuk blogging. Drawing mewadahi minat terhadap rupa, seperti sketsa, ilustrasi, komik, manga, karikatur, dan kartun. Fotografi mengapresiasi karya foto plus editing grafisnya. Sinematografi mengapresiasi pada proses karya audiovisual, yang berpijak pada alat multimedia, editing, penulisan skenario, story board, beserta proses kreatif di dalamnya.
Kemudian, bersama siswa, kita menentukan skala prioritas materi yang hendak dipelajari bersama lebih dulu. Dan juga membentuk grup-grup berbasis keminatan yang sama. Grup inilah yang kemudian akan mendiskusikan luaran (output) karyanya. Meski telah terbagi menjadi beberapa kelompok, ruh kebersamaan tetaplah menjadi utama. Sehingga, kelompok mading bisa saja minta bantuan kelompok fotografi untuk mengambil beberapa angle bidikan tertentu, dan bentuk kerja sama lainnya.
Jadi, suasana kelas sekarang menjadi hiruk pikuk. Di pojok ada grup mading yang sedang berdiskusi menentukan headline dan content. Di pojok lain ada grup mini magz (majalah mini) sedang membagi tugas peliputan. Ada juga sekelompok murid yang sedang mencoret-coret sketch book dengan karya Manga. Ada juga yang bertebaran di sekitar sekolah, mereka memotret, men-shooting dengan handycam, mewawancarai orang dan sebagainya.
Guru tinggal keliling memastikan setiap orang berkerja, dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang (pasti) timbul dari murid-murid, mengkritisi beberapa bagian-bagian karya. Juga bisa mejelaskan beberapa hal baru yang sekiranya relevan diketahui oleh suatu grup belajar. Luaran dari metode ini kira-kira nanti adalah berwujud : buku manga, buku antologi, mading, minimagz, slide show atau album foto, dan film indie (baik dokumenter maupun cerita).
Pertemuan berikutnya agendanya jelas, yaitu merampungkan karya mereka. Pada suatu waktu tertentu, misalnya akhir semester atau open house sekolah, karya-karya mereka bisa menjadi bahan pameran karya siswa yang menarik. Metode ini bisa diperkaya dengan melakukan kunjungan ke tempat-tempat relevan, misalnya kantor media massa, penerbitan, stasiun TV dan radio. Atau bisa pula mengundang penulis untuk berbagi pengalaman suka duka dalam menulis.
Namun, bukan berarti eskul berbasis kecerdasan majemuk ini tak menemui kendala sama sekali. Kendala utama biasanya justru datang dari pihak komunitas guru sendiri. Maka, peran kepala sekolah disini menjadi penting untuk menciptakan atmosfer toleransi dan akomodatif terhadap banyak gaya belajar. Sebab, mungkin saja belum menjadi kebiasaan di suatu sekolah, jika menemukan beberapa muridnya berkeliaran sementara yang lain anteng di dalam kelas.
Kedua, membutuhkan sarana dan fasilitas. Jika sekolah tak bisa menyediakan, mungkin murid dan orang tua bisa membantu memfasilitasi dengan memberikan kepercayaan pada anak untuk membawa recorder, laptop, kamera digital, handycam, dan perangkat-perangkat lainnya ke sekolah. Ketiga, selain membutuhkan guru multitalenta, guru juga dituntut kegesitan dan kepekaannya untuk melihat kesulitan-kesulitan yang sedang dihadapi murid-murid. Karena mereka membuat karya yang berbeda pada saat yang bersamaan. Perbedaan perlakuan bisa membuat guru dicap pilih kasih
Tapi, apapun kendala itu, keceriaan dan antusiasme murid-murid saat mengikuti eskul jurnalistik adalah motivasi tersendiri bagi guru pembina atau pendampingnya. Sebab, antusias terhadap ilmu adalah pintu gerbang pertama yang menandai berhasilnya sebuah ilmu mengkarakter dalam diri anak. Dan remaja yang berkarakter, itulah salah satu yang sedang dibutuhkan bangsa ini untuk bangkit. Itu jauh lebih baik ketimbang mengucap berkali-kali naskah Sumpah Pemuda tapi cuma terhenti sampai ujung lidah.
Alamat e-mail ini diproteksi dari spabot, silahkan aktifkan Javascript untuk melihatnya

Kecerdasan Interpersonal

Kecerdasan ini berkait dengan kemampuan seseorang untuk berinteraksi dengan orang lain. Pada saat berinteraksi dengan orang lain, seseorang harus dapat memperkirakan perasaan, temperamen, suasana hati, maksud dan keinginan teman interaksinya, kemudian memberikan respon yang layak.

Orang dengan kecerdasan Interpersonal memiliki kemampuan sedemikian sehingga terlihat amat mudah bergaul, banyak teman dan disenangi oleh orang lain. Di dalam pergaulan mereka menunjukkan kehangatan, rasa persahabatan yang tulus, empati. Selain baik dalam membina hubungan dengan orang lain, orang dengan kecerdasan ini juga berusaha baik dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang berhubungan dengan perselihanan dengan orang lain.

Kecerdasan ini amat penting, karena pada dasarnya kita tidak dapat hidup sendiri (No man is an Island). Orang yang memiliki jaringan sahabat yang luas tentu akan lebih mudah menjalani hidup ini. Seorang yang memiliki kecerdasan “bermasyarakat” akan (a) mudah menyesuaikan diri, (b) menjadi orang dewasa yang sadar secara sosial, (b) berhasil dalam pekerjaan